INDONESIAREVIEW.ID – Kasus hibah program pemberdayaan Pontren tahun 2018 yang disalurkan melalui FSPP Provinsi Banten kembali digoreng menjadi isu kontroversial jelang Ramadhan. Kali ini fokus terkait pengembalian Rp 14.1 M. Berita ini menimbulkan kegaduhan dan mengganggu konsentrasi Kiyai dalam mengurus pondok. Resonansi beritanya membuat ribuan Kiyai Pimpinan Pondok Pesantren yang menerima bantuan kebingungan dan gelisah.
Kegelisahaan para Kiyai tersebut membuat Presidium FSPP Banten Kiyai Samsul Ma’arif angkat bicara. Ia menegaskan bahwa dana hibah tersebut telah tersalurkan dan termanfaatkan sesuai peruntukannya dan para kiyai telah melaporkannya melalui FSPP. Karena itu Kiyai harus tenang dan fokus ngurus pondok.
Namun dalam sepekan ini “Masuk ke HP saya keluhan dari berbagai Kiyai di Banten yang menjelaskan kegelisahan dan kekhawatiran para kiyai penerima hibah. Saya katakan bahwa uang hibah itu bagi pesantren jumlahnya kecil, cuman Rp 20 juta per pontren. Tidak sebanding dengan kebutuhan pesantren yang jauh lebih besar dari itu. Prinsipnya dana hibah, telah tersalurkan dan dimanfaatkan sesuai peruntukan, antara lain untuk bangungan, sarana pondok, kamar mandi, atap, bilik pondok, juga bangunan lainnya. Ada juga untuk kegiatan ekonomi produktif termasuk pertanian. Saya yakin para kiyai itu nombok alias tekor tidak korupsi. Lalu sekarang mau disuruh kembalikan. Apa enggak takut kualat ya? Masa iya hibah yang oleh para kiyai sudah dibelanjakan jadi genteng, keramik dan sebagainya harus dikembalikan? Paling jika dipaksa-paksa harus dikembalikan ya mau dicicil pakai uang kencleng. Para Kiyai buka kotak sedekah di pontrennya masing-masing” ujarnya.
Kiyai Syamsul juga menjelaskan bahwa jasa para kiyai dan pontren itu besar terutama dalam soal menjaga keimanan dan keamanan masyarakat bersama aparatur pemerintah. “Jadi tolong hargai jasa para Kiyai bagi pembangunan Banten ini. Jangan dibuat kecewa dan sedih. Saya melihat para kiyai ini sudah kooperatif mengikuti proses hukum, diminta jadi saksi harus meninggalkan pondok, apalagi kala itu terjadi diakhir Bulan Ramadhan yang seharusnya itikaf. Para kiyai berbondong-bondong mengikuti proses hukum. Belum lagi stigma negatifnya. Menjadi pergunjingan media lokal dan nasional. Sampai-sampai banyak kiyai-kiyai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang tabayyun ke kami, apa iya Kiyai Banten ditagih dana hibah hingga Rp 14,1 milyar?”
Ditempat terpisah Sekjen FSPP Banten Dr.Fadlullah menjelaskan “Saya heran. Tidak hanya dana hibah yang beritanya berseliweran, tapi isu radikalisme. Sejak tahun 2020, isu ini selalu didengungkan oleh kaum pandir setiap FSPP Provinsi menggelar raker. Mereka ini jumlahnya bisa terhitung jari, kerjaannya gemar menebar hoax. Saya heran kenapa kaum pandir ini begitu bersemangat mendiskreditkan FSPP? Ujarnya dengan nada bertanya.
Fadlullah juga mengatakan “Menjelang tahun politik dan Ramadhan ini mari kita rawat kebhinekaan. FSPP ini organisasi inklusif yang mengayomi semua jenis pesantren baik modern, salafiyah dan terpadu. Pengurusnya sangat beragam, siapapun boleh mengabdi di sini, dengan syarat lepas atribut sektarianisme. Mengelola organisasi yang besar dengan jumlah anggota lebih dari empat ribu pesantren tentu tidak mudah. Alhamdulillah dengan semangat silaturahim dan pemberdayaan FSPP terus kompak, dan tahan uji, meskipun berulang kali dipantik oleh isu yang sensitif yang menjatuhkan martabat Kiyai. Karena itu, statemen-statemen yang biasa diproduksi oleh kaum pandir harus diakhiri, agar kita semua selamat dan tidak kualat.” Pungkasnya.*
penulis: Tim Mitigasi Hukum FSPP