INDONESIAREVIEW.ID – Munculnya varian Omicron Covid-19 yang ditambah dengan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina telah menyebabkan disrupsi rantai pasok global. Kondisi ini memicu kenaikan level inflasi di berbagai negara, serta menahan laju pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung.

Namun demikian, kinerja dan prospek ekonomi Indonesia pasca libur Lebaran 2022 kembali mendapat kabar positif di tengah berbagai dinamika dan tantangan global yang masih mendera tersebut. Tren perkembangan ekonomi nasional saat ini terus berada pada jalur yang tepat karena ditopang oleh aktivitas ekonomi domestik yang semakin bergeliat, serta didukung oleh sektor eksternal yang semakin resilient.

Ekonomi Indonesia pada pada Triwulan I-2022 mampu tumbuh kuat sebesar 5,01% (yoy) dan hal ini lebih baik dari beberapa negara lainnya seperti Tiongkok (4,8%), Singapura (3,4%), Korea Selatan (3,07%), Amerika Serikat (4,29%), dan Jerman (4,0%). Perekonomian global sendiri pada tahun ini diperkirakan tumbuh sebesar 3,6% hingga 4,5%. Sementara itu, berbagai lembaga internasional seperti OECD, World Bank, ADB, dan IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran antara 5% hingga 5,4%. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global.

“Kinerja ekonomi yang berhasil diperoleh ini tidak terlepas dari solidnya kerja sama antara Pemerintah dan seluruh stakeholders dalam bersinergi melakukan pengendalian Covid-19 dan menjalankan Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Hasilnya, kepercayaan masyarakat maupun investor semakin menguat dalam mendorong aktivitas ekonomi nasional,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Keterangan Pers Bersama Menteri Kabinet Indonesia Maju, Senin (9/05).

Berbagai program PEN termasuk upaya front loading yang digulirkan oleh Pemerintah berhasil mengakselerasi performa ekonomi di triwulan I baik dari sisi lapangan usaha maupun sisi pengeluaran. Melalui pemberian insentif bagi dunia usaha, aktivitas produksi mampu terekspansi yang terlihat dari pertumbuhan positif pada mayoritas lapangan usaha.

Sektor Industri Pengolahan sebagai kontributor terbesar PDB tumbuh positif sebesar 5,07% (yoy). Sektor utama lainnya juga tumbuh signifikan yakni Sektor Transportasi dan Pergudangan yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 15,79% (yoy) dan hal ini sejalan dengan mobilitas masyarakat yang semakin pulih. Berbagai sektor lainnya yang mendukung aktivitas di tengah pandemi Covid-19 seperti Sektor Jasa Kesehatan, serta Sektor Informasi dan Komunikasi juga mengalami pertumbuhan yang kuat.

Aktivitas Sektor Produksi yang terus meningkat berhasil memberikan lapangan pekerjaan yang lebih luas, tercermin dari kenaikan jumlah tenaga kerja sebesar 4,55 juta orang pada Februari 2022. Khusus untuk pekerja penuh waktu tercatat sebanyak 88,42 juta orang atau naik sebanyak 4,28 juta orang dan kenaikan juga terjadi pada pekerja paruh waktu. Angka ini juga terkonfirmasi dari penurunan tingkat pengangguran terbuka yang menjadi sebesar 5,83% dari sebelumnya 6,26% pada Februari 2021.

Di sisi pengeluaran, percepatan penyaluran perlindungan sosial memberikan dorongan bagi daya beli masyarakat yang tercermin dari pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga sebesar 4,34% (yoy). Ditambah lagi, pelonggaran mobilitas masyarakat turut mendorong aktivitas ekonomi sehingga menjadi insentif bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi sehingga PMTB mampu tumbuh sebesar 4,09% (yoy).

Sementara itu, kenaikan signifikan dialami oleh performa perdagangan internasional, dimana ekspor tumbuh double digit sebesar 16,22% (yoy), sementara impor tumbuh sebesar 15,03% (yoy). Kondisi ini terjadi seiring dengan kenaikan harga secara signifikan di berbagai komoditas unggulan Indonesia. Di sisi lain, meskipun Konsumsi Pemerintah mengalami penurunan sebesar -7,74% (yoy), hal ini merupakan indikasi positif berkurangnya biaya penanganan pandemi Covid-19.

Bertepatan dengan rilis pertumbuhan ekonomi, BPS juga melaporkan Inflasi Indonesia periode April 2022 yang tercatat sebesar 0,95% (mtm) atau 3,47% (yoy). Dengan demikian, inflasi periode ini masih terjaga dalam kisaran target APBN tahun 2022 yakni sebesar 3±1% (yoy) di tengah kenaikan harga komoditas pangan dan energi global serta peningkatan inflasi di berbagai negara.

“Menguatnya daya beli masyarakat turut mendorong peningkatan inflasi April yang bertepatan dengan momen HBKN Ramadan dan Idulfitri tahun 2022. Kondisi ini menjadi penanda bahwa daya beli masyarakat di masa Ramadan dan lebaran telah kembali ke level pra-pandemi,” ungkap Menko Airlangga.

Lebih lanjut, komponen harga bergejolak (volatile food/VF) menjadi penyumbang utama inflasi April dengan andil 0,39% dan mengalami inflasi sebesar 2,30% (mtm) didorong oleh peningkatan harga al. minyak goreng, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices/AP) mengalami inflasi sebesar 1,83% (mtm), 4,83% (yoy) disebabkan adanya kenaikan bensin jenis pertamax dan tarif angkutan udara. Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 0,36% (mtm) atau 2,60% (yoy).

Sebagaimana tercermin dari pencapaian inflasi, prospek ekonomi pada Triwulan II-2022 diperkirakan semakin solid terutama karena mudik lebaran 2022 kembali diperbolehkan. Ditambah lagi, berbagai leading indicator juga menunjukkan prospek cerah pemulihan ekonomi, antara lain tercermin dari peningkatan Indeks Penjualan Riil dan PMI Sektor Manufaktur. Indikator eksternal Indonesia juga menujukkan kondisi yang relatif baik dan terkendali, tercermin dari surplus transaksi berjalan, dan nilai tukar rupiah serta IHSG yang menguat.

“Momentum pemulihan ekonomi ini perlu kita jaga dan tingkatkan bersama sehingga pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2022 tetap dapat tumbuh tinggi. Disamping itu, reformasi struktural akan terus dilanjutkan sebagai strategi jangka menengah panjang agar kita dapat keluar dari jebakan middle income trap,” lanjut Menko Airlangga.

Dalam jangka pendek, di tengah kenaikan inflasi global, Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai program perlindungan sosial, diantaranya bantuan sosial reguler terhadap masyarakat miskin, serta beberapa kebijakan bantuan yang bersifat afirmatif seperti bansos minyak goreng, bantuan tunai untuk PKL Warung dan Nelayan (BT-PKLWN).

Dalam jangka menengah, guna memitigasi berbagai risiko ketidakpastian global, Pemerintah terus mempercepat reformasi struktural, diantaranya melalui implementasi UU Cipta Kerja, kemudahan perizinan melalui OSS-RBA, mitigasi perubahan iklim melalui percepatan green economy, serta meningkatkan kapasitas investasi nasional melalui Indonesia Investment Authority (INA).* (as-rls)

LEAVE A REPLY