Oleh: Sultani, Peneliti CSPS SKSG UI, dan Indonesia Strategic Center/ISC

Sumber: ukmnusantara.com
Popularitas koperasi sebagai entitas bisnis sudah lama tenggelam oleh hingar bingar ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan laba. Ragam perusahaan tumbuh secara masif memberikan kontribusi yang positif kepada negara, terutama pendapatan negara yang meningkat drastis. Hasilnya, dalam 20 tahun tahun pasca reformasi, perekonomian Indonesia terus mengalami perbaikan.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 1998-2018 sebesar 5 persen per tahun. Indonesia juga mampu menurunkan angka kemiskinan dari 24,22 persen pada 1998 hingga 1 digit, yaitu 9,66 persen pada 2018. Artinya, dalam 20 tahun pasca reformasi, angka kemiskinan turun sebesar 14,56 persen. Hal tersebut tentu saja merupakan satu cerminan keberhasilan berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan.
Indonesia bisa mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif cepat karena mengadopsi ekonomi pasar bebas yang menjadi tren perekonomian global hingga sekarang. Ekonomi pasar bebas yang berbasis industri memicu perekonomian membuat Indonesia meninggalkan sistem perekonomian grafis dan beralih menjadi negara industri. Indutrialisasi inilah yang memicu lahirnya perusahaan-perusahaan pemburu rente dalam skala yang bervariasi di seluruh Indonesia.
Pergeseran dari negara agraris menjadi negara industri akhirnya meninggalkan paradoks berkepanjangan dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Indonesia, meskipun telah mengalami kemajuan ekonomi, ketimpangan sosial dan ekonomi masih menjadi masalah krusial, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Industrialisasi sebagai wujud dari ekonomi pasar bebas hanya memberikan kesejahteraan kepada para pemilik modal, sementara rakyat biasa dibiarkan merugi.
Industrialisasi dan ekonomi pasar bebas yang dinaungi oleh kapitalisme gagal menciptakan kesejahteraan manusia secara adil dan merata bagi seluruh negara di dunia ini. Kapitalisme telah menciptakan ketimpangan yang kian lebar secara global, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kendala Industrialisasi di Indonesia
Hingga sekarang bangsa Indonesia masih menganut industrialisasi sebagai basis perekonomian nasional. Namun, implementasi industrialisasi masih menjadi kendala karena rentan dengan ketimpangan ekonomi dan sosial. Menurut Rektor Universitas Koperasi Indonesia Agus Pakpahan, kendala tersebut bisa terjadi karena sistem perekonomian Indonesia belum dibangun berdasarkan kaidah peningkatan nilai tambah atau industrialisasi. Sehingga nilai ekspor komoditas Indonesia nilainya tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, apalagi apabila kegiatan tersebut dibiayai oleh hutang luar negeri.
Pendapat Pakpahan ini dikemukakan dalam “Strategic Policy Forum” yang diselenggarakan oleh Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia, 18 September 2024. Menurut dia, sistem perekonomian Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan signifikan dalam hal penerapan kaidah peningkatan nilai tambah dan industrialisasi. Karakteristik ekonomi Indonesia yang masih didominasi ekspor komoditas mentah dan setengah jadi, kurang mendukung pengembangan nilai tambah yang seharusnya diperoleh melalui proses industrialisasi.
Ketergantungan Indonesia pada komoditas mentah untuk menopang ekonomi, terutama sebagai sumber pendapatan ekspor telah menciptakan beberapa masalah mendasar bagi perekonomian nasional, yaitu: kerentanan pendapatan negara karena fluktuasi harga komoditas di pasar internasional; kurangnya pengembangan industri hilir; dan rendahnya kontribusi sektor manufaktur dalam meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Ketergantungan pada ekspor bahan mentah mengakibatkan ketidakseimbangan nilai ekspor dengan biaya produksi yang semakin meningkat. Produk mentah sering kali diekspor dengan harga yang lebih rendah, sehingga meskipun volume ekspor komoditas tinggi, nilai yang diterima negara jauh lebih rendah dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk produksi, pengangkutan, dan distribusi. Ketidakseimbangan ini menjadi semakin kritis ketika pembiayaan kegiatan ekspor bergantung pada hutang luar negeri.
Ketika ekspor ini tidak menghasilkan nilai tambah yang memadai, pendapatan yang diperoleh dari penjualan komoditas tersebut sering kali tidak cukup untuk membayar bunga dan pokok pinjaman yang diambil dari luar negeri. Ditambah lagi, Indonesia sering kali menggunakan hutang luar negeri untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur dan pengembangan sumber daya alam yang pada akhirnya mendukung industri ekspor.
Kendala industrialisasi di Indonesia juga dipicu oleh strategi pembangunan nasional belum menempatkan pengembangan sektor jasa sebagai sektor prioritas. Kecilnya kontribusi sektor jasa ini berdampak langsung pada proses industrialisasi yang tidak berjalan optimal, karena sektor manufaktur dan industri lainnya memerlukan dukungan dari berbagai layanan jasa untuk dapat tumbuh dan bersaing secara global.
Dalam konteks industrialisasi, sektor jasa tidak hanya menjadi pendukung, tetapi juga sebagai penggerak inovasi dan peningkatan daya saing. Negara-negara yang telah berhasil melakukan industrialisasi selalu didukung oleh sektor jasa yang kuat. Jasa seperti penelitian dan pengembangan, teknologi informasi, konsultasi manajemen, pendidikan dan pelatihan kejuruan, serta logistik menjadi elemen kunci dalam mendorong industrialisasi yang berkelanjutan.
Indutrialisasi di Indonesia selama ini telah dimonopoli secara konglomerasi di industri hulu yang lebih mementingkan keuntungan perusahaan masing-masing. Akibatnya, semua komoditas berbasis SDA dieksploitasi dan diekspor langsung sehingga tidak memberikan nilai tambah apa pun baik kepada negara maupun masyarakat. Karena itulah Pakpahan menolak industrialisasi diserahkan kepada konglomerat saja, tetapi perlu gerakan seluruh rakyat.
Rancang Bangun Institusi Koperasi
Kelemahan industrialisasi Indonesia yang bergantung pada ekspor bahan mentah telah memicu peningkatan jumlah utang luar negeri yang tidak sebanding dengan peningkatan penerimaan bersih dari ekspor-impor. Akibatnya, kemampuan membayar hutang luar negeri terus berkurang sehingga berpotensi mengancam kedaulatan negara sebagaimana telah terjadi pada 1998. Inilah hasil desain ekonomi industri yang mengedepankan pertumbuhan.
Desain ekonomi yang berakar pada pemikiran pembangunan tahun 70-an ini akhirnya menghasilkan krisis ekonomi-politik 1998. Setelah itu Indonesia terus mengalami pelemahan sektor industri dan pertumbuhan ketimpangan yang tinggi. Artinya, struktur ekonomi yang disusun selama ini ternyata belum mampu menjadi penyelenggara pembangunan ekonomi yang mampu melaksanakan transformasi ekonomi sebagaimana yang telah berkembang menjadi proses industrialisasi di negara maju. Susunan perekonomian Indonesia dapat dikatakan belum banyak berubah dari kondisi masa lalu, yang polanya serupa dengan pola perdagangan pada zaman kolonial, yaitu mengalami surplus tetapi nilai surplusnya tidak besar.
Oleh karena itu, industrialisasi tidak dapat diserahkan kepada satu kalangan saja, terutama konglomerat. Transformasi ekonomi secara masif ini memerlukan bangun struktur institusi ekonomi sebagai basis pembangunan nasional yang bisa menggerakkan seluruh kekuatan rakyat. Bangun struktur institusi ekonomi tersebut hanya bisa terwujud dengan mengembangkan koperasi. Rancang bangun institusi koperasi bisa menghasilkan kinerja sosial-ekonomi yang lebih baik daripada rancang bangun perseroan terbatas (limited liability).
Koperasi perlu dijadikan sebagai solusi masa depan Indonesia dengan membangun susunan perekonomian yang menghasilkan win win solution antar-pelaku ekonomi, antar wilayah, antar sektor, dan antar waktu. Koperasi perlu diartikan sebagai hak konstitusional rakyat sejalan dengan pasal 33 UUD 1945. Koperasi merupakan pilihan energi sosial-ekonomi mendatang.
Prinsip Bisnis Koperasi
Dalam klasifikasi basis sistem institusi property rights (hak kepemilikan atas kekayaan) disebutkan bahwa hanya sistem kapitalisme yang memberikan pengakuan terhadap hak kepemilikan pribadi perorangan atas kekayaan mereka. Dari kapitalisme ini lahirlah bentuk-bentuk perusahaan, institusi, atau entitas bisnis berbasis pengakuan terhadap kepemilikan pribadi, di antaranya CV (Commanditaire Vennootschaap), PT (Perseroan Terbatas), dan Koperasi. CV/PT mengagregasi kepemilikan perusahaan berdasarkan akumulasi saham yang dikuasai oleh para pemegang saham. Sedangkan koperasi lebih menekankan pada kepemilikan bersama yang partisipatif atau lebih dikenal sebagai ekonomi partisipasi (nation of owners).
Dalam koperasi, setiap anggota memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan, terlepas dari kontribusi modalnya. Setiap anggota koperasi memiliki saham moral dan hak kepemilikan yang setara dalam perusahaan, meskipun modal yang disetor berbeda. Satu anggota satu suara merupakan prinsip dasar dalam sistem pengambilan keputusan di koperasi, yang memberikan hak yang sama kepada setiap anggota dalam menentukan arah dan kebijakan perusahaan. Prinsip ini menjadikan koperasi sebagai bentuk usaha yang demokratis dan partisipatif, di mana keuntungan dan manfaat bisnis dibagi berdasarkan partisipasi anggota, bukan berdasarkan besaran modal yang dimiliki.
Kepemilikan bersama ini mencerminkan bahwa koperasi bukan entitas bisnis semata, tetapi juga merupakan lembaga ekonomi sosial yang mengedepankan kesejahteraan anggotanya. Dalam koperasi, laba bukan menjadi satu-satunya tujuan utama, melainkan kesejahteraan dan manfaat ekonomi bagi seluruh anggota. Oleh karena itu, koperasi sering dipandang sebagai solusi bagi masalah ekonomi yang terkait dengan ketidaksetaraan, karena menciptakan ruang bagi keterlibatan kolektif dalam kepemilikan dan pengambilan keputusan bisnis.
Kepemilikan bersama ini membawa sejumlah implikasi terhadap target bisnis koperasi, terutama profitabilitas dan pembagian keuntungan. Dalam koperasi, laba usaha yang dihasilkan tidak hanya dilihat sebagai hasil akumulasi modal, tetapi lebih sebagai bagian dari surplus yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi bersama. Laba yang diperoleh biasanya digunakan untuk kepentingan bersama, seperti pengembangan perusahaan, peningkatan kesejahteraan anggota, dan distribusi dividen yang merata.

Sumber: dcn-indonesia.com
Manajemen profit tersebut menunjukkan bahwa target bisnis koperasi lebih berorientasi pada manfaat sosial-ekonomi daripada sekadar keuntungan finansial. Keuntungan yang diperoleh koperasi biasanya didistribusikan kembali kepada anggota, baik dalam bentuk sisa hasil usaha (SHU) atau manfaat lainnya, seperti peningkatan akses terhadap barang dan jasa yang lebih murah, program pendidikan, kesehatan, atau bantuan keuangan. Hal ini menjadikan koperasi lebih berfokus pada kebutuhan dan kesejahteraan anggotanya daripada maksimalisasi laba bagi sekelompok kecil pemegang saham, seperti dalam model kapitalisme.
Meski demikian, koperasi tidak mengabaikan keuntungan finansial. Koperasi tetap menjalankan prinsip-prinsip bisnis yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan, tetapi keuntungan ini diolah dan disalurkan kembali ke anggota dalam berbagai bentuk, seperti peningkatan fasilitas, modal kerja tambahan, atau investasi di sektor-sektor yang menguntungkan anggota. Koperasi lebih menargetkan maksimalisasi manfaat ekonomi bagi anggota dengan target keseimbangan antara pencapaian laba usaha dan pencapaian kesejahteraan anggota.
Keberhasilan koperasi dalam mencapai target bisnisnya tersebut sangat dipengaruhi oleh partisipasi aktif anggota dalam kegiatan ekonomi dan pengambilan keputusan. Tingkat partisipasi ini akan mempengaruhi produktivitas dan efisiensi koperasi, yang pada akhirnya berdampak pada pencapaian laba usaha dan kesejahteraan anggota. Dalam koperasi, keuntungan dan laba usaha tidak dilihat sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Koperasi Sebagai Wujud Ekonomi Pancasila
Selama ini, Indonesia memang berada dalam kondisi dilematis karena setiap pemerintahan selalu berada dalam dua kecenderungan ekonomi, yakni kecenderungan pragmatis dan konsisten berpegang teguh pada ideologi negara. Kecenderungan pragmatis ditandai dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang selalu mengikuti mengikuti tren ekonomi global yang didominasi oleh kapitalisme. Sedangkan kecenderungan kedua ditandai dengan komitmen pemerintah untuk selalu berpegang teguh pada prinsip yang sudah ditetapkan oleh para ekonom Indonesia, seperti Bung Hatta yang terpengaruh konsep Pancasila sebagai ideologi dan UUD 1945 terutama Pasal 33.
Harmonisasi Pancasila dan UUD 1945 tercermin dalam nilai-nilai koperasi yang menjunjung tinggi kebersamaan, keadilan sosial, dan gotong royong yang kemudian menjadi elemen dasar membentuk sistem ekonomi Pancasila sebagai alternatif sistem perekonomian Indonesia. Koperasi menekankan pentingnya kepemilikan bersama dan pengelolaan kolektif yang mencerminkan semangat kekeluargaan dan kebersamaan, sesuai dengan sila ketiga, Persatuan Indonesia, yang mengutamakan kerja sama dan kesejahteraan bersama. Melalui mekanisme demokratis, seperti pengambilan keputusan berdasarkan “satu anggota satu suara”, koperasi memperlihatkan penerapan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Dari segi keadilan sosial, koperasi juga beroperasi berdasarkan prinsip distribusi yang adil dan merata kepada semua anggotanya, tanpa memandang besaran modal yang disumbangkan, yang mencerminkan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keuntungan yang diperoleh koperasi didistribusikan dalam bentuk SHU yang diorientasikan untuk kepentingan dan kesejahteraan anggota, menjadikan koperasi sebagai alat untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan kolektif.
Dengan menempatkan kesejahteraan bersama di atas keuntungan pribadi, koperasi menjalankan visi ekonomi Pancasila yang berfokus pada pembangunan yang inklusif, keadilan sosial, dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Hal ini menjadikan koperasi lebih dari sekadar entitas bisnis, tetapi juga sebagai instrumen untuk mewujudkan ekonomi yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, yang berusaha menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.
Sistem ekonomi Indonesia yang paling ideal adalah ekonomi Pancasila. Namun, saat ini kita belum menggunakan sistem tersebut secara maksimal. Namun, ekonomi Pancasila akan terlaksana melalui pelaksanaan sistem ekonomi koperasi secara penuh. Terkait dengan relasi antara koperasi dengan ekonomi Pancasila tersebut, pakar ekonomi Pancasila Mubyarto mengemukakan, “Sistem ekonomi koperasi itu tidak berbeda dengan apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi Pancasila. Di mana, sistem ekonomi Pancasila itu diidentifikasikan sebagai sistem ekonomi koperasi.”
Rekomendasi Kebijakan
Kebijakan Pemerintahan Prabowo untuk menghidupkan kembali ekonomi Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional akan berfokus pada pada penguatan koperasi dan ekonomi desa sebagai jalan untuk mengentaskan kesenjangan sosial. Dalam konteks ini, cita-cita bangsa untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera menjadi semakin relevan. Ekonomi Pancasila dipandang sebagai solusi untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang adil dan merata, dengan kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung pemerataan ekonomi serta subsidi dan insentif untuk pelaku usaha kecil dan menengah.
Fakta kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia bisa dilihat Gini ratio dan distribusi pengeluaran dengan ketimpangan yang masih tinggi. Menurut data BPS, gini ratio pendapatan penduduk Indonesia pada Maret 2024 adalah 0,38. Artinya, 1 persen orang terkaya menguasai 38 persen pendapatan di negara ini.

Koperasi memiliki kedudukan sentral dalam kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo sebagai implementasi Ekonomi Pancasila untuk mengurangi jarak kesenjangan ekonomi sekarang. Prabowo secara gamblang menyebutkan bahwa “Tugas kita ke depan adalah menjadikan koperasi sebagai alat pemerataan dan motor swasembada”. Prabowo melihat koperasi sebagai institusi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya sekaligus mekanisme untuk menggerakkan ekonomi rakyat dan mencapai kemandirian ekonomi nasional.
Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah seluruh koperasi di Indonesia hingga tahun 2022 sebanyak 130.354 unit. Pemerintah akan membuat kebijakan yang bisa mengoptimalkan semua koperasi tersebut sebagai akses yang adil terhadap sumber daya ekonomi, termasuk modal, teknologi, dan pasar agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi secara kolektif. Pemerintah juga akan terus mendorong peran koperasi sebagai instrumen sosial yang memberikan kesempatan setara kepada seluruh masyarakat untuk berkontribusi dan menikmati hasil pembangunan ekonomi, berdasarkan prinsip keadilan sosial yang menjadi salah satu pilar Ekonomi Pancasila.
Pemerintahan Prabowo perlu merevitalisasi koperasi menjadi lembaga ekonomi yang modern dan profesional agar bisa optimal dalam memberdayakan ekonomi desa. Untuk menyinergikan koperasi dan pembangunan desa menjadi wujud Ekonomi Pancasila, pemerintahan Prabowo perlu membangun ekosistem ekonomi yang inklusif dengan mendorong partisipasi seluruh elemen masyarakat, mulai dari petani, nelayan, pengrajin, hingga pengusaha kecil, untuk terlibat dalam pembangunan ekonomi nasional.