INDONESIAREVIEW.ID – Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI menggelar Pelatihan Dasar Diplomasi secara hybrid di Jakarta (24/11/2022). Pelatihan tersebut diikuti oleh pengurus MUI Pusat, MUI Provinsi dan utusan ormas Islam di tingkat pusat.

Dalam sambutannya, Ketua Bidang HLNKI MUI Prof. Sudarnoto Abdul Hakim menyebut bahwa acara ini merupakan sejarah karena baru pertama kali dilaksanakan di MUI. “Tahun 2050 India kemungkinan besar akan menjadi negara Nomor 1 dengan umat Islam terbanyak sedangkan Indonesia menempati urutan ke-3. Sikap awareness ini sangat penting untuk berhadapan dengan peradaban dunia saat ini dan sedang terancam dengan tatanan dunia saat ini dan kita harus mencari solusinya.”

Menurut Sudarnoto, peradaban dunia tidak mungkin dibangun oleh pemimpin yang hatinya kotor dan tidak memiliki sikap awareness. Pelatihan dasar diplomasi ini sebagai bentuk untuk membangun sikap awareness terhadap peradaban dunia.

Sementara itu, Sekjen MUI Dr. Amirsyah Tambunan mengapresiasi terselenggaranya pelatihan ini dan berharap agar dapat dilakukan sebulan sekali. “Diplomasi itu lebih ke negosiasi yang mempengaruhi keputusan dan perilaku pemerintah asing/organisasi antar pemerintah. Kita perlu mempelajari bagaimana cara bernegosiasi yang benar kepada masyarakat luar negeri,” kata Buya Amirsyah. Beliau berharap dengan adanya pelatihan ini bisa menyuarakan diplomasi dalam hubungan internasional.

Pelatihan diisi oleh tiga Dubes, yakni Dubes Yuli Mumpuni, Dubes Safira Machrusah dan Dubes Bunyan Saptomo. Sebagai pembicara pertama, Dubes Yuli Mumpuni Widarso membahas tentang Diplomasi Multilateral. Menurutnya, diplomasi adalah seni untuk menyampaikan keinginan supaya keinginan kita tercapai. Kegiatan diplomasi dilakukan oleh suatu negara untuk berkomunikasi dengan 2 negara atau lebih. Diplomasi Multilateral baru dikenalkan setelah Perang Dunia ke-2.

“Duta besar suatu negara diberikan kepercayaan dari pemerintah untuk melakukan kegiatan diplomasi dengan negara lain. Kegiatan Diplomasi ini dilakukan untuk mencapai kepentingan nasional atau kepentingan suatu negara tersebut. Suatu negara harus mempunyai kepentingan sendiri dan tidak boleh bergantung kepada negara lain,” jelas Yuli Mumpuni.

“Dalam diplomasi Multilateral kita harus mencapai 1 suara. Diplomasi Multilateral ini telah digunakan oleh banyak negara. Di era sekarang untuk merespon suatu isu itu tidak hanya eksekutif dan legislatif saja, tetapi opinii publik cukup mempengaruhi suatu isu. Seorang diplomat harus memanfaatkan kesempatan yang ada dalam suatu pertemuan,” tambahnya lagi.

Pembicara kedua, Dubes Safira membahas Diplomasi Bilateral. Menurutnya, kegiatan diplomasi harus disampaikan dengan bahasa yang baik. Diplomasi wasathiyyah bisa melakukan negosiasi dengan negara lain untuk membicarakan konflik tertentu. Dalam diplomasi wasathiyyah kita tidak boleh berpihak kepada satu kelompok saja tetapi harus memperhatikan dari 2 pihak.

“Pada perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, Indonesia tidak berpihak kepada 2 pihak tersebut. Kegiatan diplomasi dulunya disebut sebagai negosiasi. Diplomasi Bilateral adalah diplomasi antar 2 negara. Indonesia pada tahun 2020 sudah memiliki 131 perwakilan di seluruh dunia yang terbagi menjadi 94 KBRI, 30 KJRI, 4 KRI, dan 3 PTRI.”

“Tugas Representing adalah apabila kita menjadi duta besar kita berhasil menyampaikan surat penting dari pemerintah kepada pemerintah negara lain. Tugas Promoting adalah kita mempomosikan produk yang kita punya kepada negara lain. Tugas Reporting adalah kita sebagi perkwakilan pemerintah di luar negeri melaporkan seluruh kegiatan yang ada di luar negeri tersebut lalu kita laporkan kepada pemerintah,” jelas Safira.

Adapun Dubes Bunyan membahas Diplomasi Publik. Kegiatan diplomasi bisa disebut sebagai seni negosiasi. Menurut Bunyan, diplomasi publik adalah pemerintah melakukan suatu proses komunikasi dengan luar negeri. Diplomasi publik menurut Paul Sharp adalah proses dimana hubungan langsung dengan orang-orang di suatu negara diupayakan untuk memajukan kepentingan dan memperluas nilai-nilai dari mereka yang diwakili.

Diplomasi publik bertujuan untuk mencari rekan dari masyarakat negara lain. Teori diplomasi publik itu berakar dari 2 ilmu yaitu ilmu hubungan internasional dan ilmu komunikasi. Dalam ilmu hubungan internasional banyak membicarakan diplomasi antar negara (Cambridge Dictionary) atau hubungan diplomasi antar negara dengan beberapa aktor lainnya (RP Barston).

Dubes Bunyan menjelaskan bahwa kerangka kerja diplomasi publik yang pertama yaitu Information Framework yakni memproses data yang sudah didapat menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan Relational Framework yakni membangun hubungan dengan organisasi lain. Kegiatan diplomasi tanpa dukungan pemerintah akan sangat sulit dilaksanakan.* [Dapa, Alif, Yanuardi]

LEAVE A REPLY