Momentum Hari Santri Nasional ke-9 Tahun 2023

Oleh    : Uung Ibnu Shobari (UIS)
              Sekjen FSPP Kabupaten Pandeglan
             Presiden Forum KEREN – Komunitas Pecinta Pesantren

Icon Hari Santri Nasional (HSN) ke-9 tahun 2023 ini menyita perhatian sebagian publik dengan menggunakan salah satu katanya adalah “ Jihad “ identik, bahwa kata ini untuk kalangan yang belum dan atau tidak mau memahami maknanya secara implisit bisa menimbulkan terlalu menggarisbawahi nilai-nilai Islam Phobia, betapa tidak dengan adanya kalimat Jihad Santri Jayalah Negeri pada tahun 2023 ini telah membuktikan memang pada kenyataannya santri telah hadir untuk bangsa ini dengan totalitas berdasarkan nilai-nilai jihad hingga telah memberikan nilai lebih atas kemerdekaan bumi pertiwi ini.

Kolumnis (UIS, red.) memberi ruang sedikit untuk kita bedah sejenak agar tidak gagal faham dan tidak diseret-seret bahwa Santri itu radikal, Islam ini penuh dengan peperangan dan atau menilai bahwa kata “ jihad “ itu menjadi momok untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam tatanan gramatikal bahasa Arab kata jihad diambil dari suku kata dasar yang dalam rentetan perubahan sederhananya kita ambil 3 contoh bentuk (shighot) “ jaahada – yujaahidu – jihaadan “ dalam memaknai bentuk perubahan kata tersebut ada nilai-nilai tersirat baik secara eksplisit maupun implisit, maknanya saling bersungguh-sungguh diantara satu sama lain dengan tidak unsich berkesendirian dalam bergerak melakukan perbuatan yang baik Insya Allah. Atas dasar itulah, maka disinyalir kalimat Jihad Santri Jayakan Negeri yang mengangkat motto HSN ke-9 tahun 2023 ini sudah tepat sasaran dan bukan lagi kalimat yang perlu ditakutkan dengan adanya tambahan kata “ Jihad ”.

Lebih-lebih konten yang ada dalam lirik lagu Mars HSN telah nyata-nyata juga banyak kata dan kalimat yang sangat Islamis dan sangat Indonesianis, seperti termaktub kalimat “ Resolusi Jihad “ itu semua telah membangkitkan semangat perjuangan pada masanya yang tak bisa kita elakkan bahwa kehadiran para Santri dan Ulama telah menjadi sejarah kekuatan dalam membantu kemerdekaan bumi pertiwi tepatnya pada hari Pahlawan yang selalu kita peringati bersama atas nama bangsa Indonesia.

Dalam mengurai makna secara historis, bahwa adanya santri dan entitas pondok pesantren di negeri subur makmur ini tiada lain telah menjadi salah satu pondasi yang paling kuat menjayakan bangsa dari pelbagai unsur, kenyataannya pada tahun 2015 tercetus untuk memperingati Hari Santri Nasional menjadi salah satu hari bersejarah dengan adanya pelbagai corak pesantren di Indonesia, telah juga dipertegas atas lahirnya Undang-undang Pondok Pesantren No. 18 Tahun 2019 dan PP No. 82 Tahun 2021 ini semua menjadi bukti negara telah mengakui secara legal adanya santri dan pondok pesantren, alhamdulillah.

HSN dalam masanya sudah memasuki tahun kesembilan (IX) dalam hitungan matematis, ini adalah nilai angka tertinggi sebelum masuk ke angka istimewa nomor ke-10 (X) yang tidak lain adalah juga telah menumbuhkan nilai-nilai kesantrian yang sesungguhnya menjadi landasan bangsa ini untuk mempertaruhkan kepada generasi selanjutnya terutama para santri yang tersebar luas jutaan santri se-nusantara dan antarbangsa. Tahapan ke-9 (kesembilan) angka tersebut kolumnis (UIS, red.) telah membuat dan menyajikan juga rumus / formula MU (Madeenatul Ulama, red.) yang juga tengah diberlakukan di pesantren yang dipimpinnya Ponpes Model Noor El-Madeenah di Kampung Santri Bojong, formula 9-MU tersebut adalah Muta’allimah (Pembelajar), Muhaafadzah (Penghafal), Muraaja’ah (Pengulang), Muthaala’ah (Penelaah-Peneliti), Mudzaakarah (Pengkaji), Musyaawarah (Penengah), Mulaazamah (Pembiasaan), Mu’aamalah (Praksis) dan Mu’allimah (Pendidik – Pengajar), formula 9-MU tersebut menggarisbawahi tepatnya bagaimana seorang santri betul-betul siap pada akhirnya bisa menjadi seorang Kyai, identik bahwa salah satu nomenklatur nama yang sah menurut Undang-undang Pondok Pesantren yang memimpinnya adalah Kyai. Tidak semudah membalikan telapak tangan untuk betul-betul siap dan menjadi bagian yang Tafaqquh Fiddeen hingga mampu mempertanggungjawabkan keilmuannya.

Dalam pada itu, tentu memaknai kembali kata jihad dalam menuntut ilmu adalah juga salah satu dari 6 (enam) syarat mendapatkan ilmu sebagaimana Syeikhul Islam Imam Syafi’i memberikan penegasan, mulai dari Al-Hirshu, Ad-Dzaka, Al-Ijtihadu, Al-Bulghotu, Shuhbatul Ustadz dan Tooluzzaman, jadi jelas tidak ada sedikit pun perdebatan diskursus kata yang identik dengan berbahasa Arab juga telah lumrah menjadi bahasa Indonesia yang difahami khalayak umum, tiada lain maknanya adalah bersungguh-sungguh (jihad – ijtihaad, diambil dari satu suku kata dasar yang sama “jahada” hanya berbeda gramatikal perubahan – tashreef, red.).

Menelaah lebih jauh dari padanan nilai-nilai kebangsaan saat momentum Hari Santri Nasional ini serentak diupacarakan pada hari yang sama 22 Oktober 2023 di seluruh Indonesia dengan berbagai ragam kegiatan penyambutannya baik pra maupun pasca HSN. Pertanda bumi Indonesia telah menjadi tolak ukur gerakan dakwah dunia yang berbasis kesantrian, tak bisa dipungkuri oleh pihak manapun hadirnya entitas pondok pesantren yang bergerak sebelum bangsa ini merdeka tentu telah menorehkan tonggak sejarah kebangsaan yang universal secara mendalam dan lebih spesifik ruh Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satunya tak akan pernah bisa lepas dari rumpun kesantrian.

Titik tolak kajian histori di atas berdasarkan data otentik pesantren dibawah kendali legalitas Kementrian Agama RI, tentu telah menguatkan dasar pijakan siapapun, baik personal maupun institusional dan tidak boleh keluar dari koridor konstitusional sebagaimana diatur dalam undang-undang dan atau peraturan pemerintah pusat maupun daerah. Ciri khas ini sudah ditunjukan oleh jutaan santri Indonesia, yang pada akhirnya bahwa komunitas / perkumpulan / forum / konsorsium dan atau apapun entitas nama organnya jika telah menjadi bagian dari rumpun kesantrian, maka saatnya kita bangkit dan jaya atas nama “ Jihad Santri Jayalah Negeri “ HSN ke-9 tahun 2023.

Tidak bisa kita bendung juga respon masyarakat luas jika sudah senang dan mau terlibat memajukan negara melalui santri, maka dengan banyaknya kelahiran wadah-wadah yang mendorong Pesantren berdaya, tak luput dari kehendak Illahi Robby yang senantiasa melindungi bangsa Indonesia yang Islami, gemah ripah loh jinawi dan selalu mampu mengampu nilai-nilai moderasi dan memperkuat tradisi menjadi satu tautan dengan para santri. Tak kalah penting, bahwa perjuangan itu telah dimulai sejak tahun 1912-an oleh para Ulama Indonesia hingga kini dan tak pernah berhenti menyajikan kiprah para santri untuk negeri melalui banyak organisasi masyarakat Islam dan lembaga satuan pendidikan – dakwah yang hingga detik ini denyut nadi mempertahankan kedaultan berbangsa dan bernegara tak pernah surut sedetik pun, terlebih kebanyakan dari unsur para Santri, Kyai, Ulama, Zu’ama dan termasuk Umara yang juga selalu bergegas menjadi fasilitator terdepan menjayakan Indonesia dengan basis nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil’alamin Insya Allah.

LEAVE A REPLY